BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Pendidikan bagi anak usia dini
adalah suatu pendidikan yang sengaja dilakukan bagi anak yang berada di usia 0
– 8 tahun. Pendidikan ini dapat dilakukan dalam jalur pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah, dan bentuk pendidikan pun dapat dilakukan di Taman
Kanak-kanak, Play Group, Tempat Penitipan Anak, atau di TKA/TPA dan RA.
Artinya, bentuk pendidikan seperti apapun yang diikuti anak usia dini pada
intinya adalah sama, untuk membantu meningkatkan derajat dan kualitas anak
didiknya, dan membantu proses perkembangan anak seoptimal mungkin.
Anak usia dini adalah anak yang
sedang dalam proses tumbuh kembang. Pada usia ini segala aspek perkembangan
anak mengalami kemajuan yang sangat pesat. Aspek perkembangan yang akan dibahas
menegnai sosial emosional pada anak. Dalam makalah ini hanya banyak membahas
tentang dasar-dasar perkembangan yang lebih mengacu ke dalam sosial emosional
anak usia dini
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari perkembangan?
2.
Sebutkan macam-macam perkembangan!
3.
Apa pentingnya perkembangan sosial
emosinal pada anak?
4.
Bagaimana emosi mempengaruhi penyesuaian
pribadi dan sosial anak?
5.
Apa pengertian anak usia dini dan berapa
rentang usia anak?
C. Tujuan
Mahasiswa diharapkan dapat memahami
dan membedakan antara petumbuhan dan perkembangan serta dapat mengelompokan
macam-macam perkembangan pada anak. Mahasiswa juga dituntut agar dapat melihat
pengaruh emosi dalam penyesuaian pribadi dan sosial pada anak.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian
Perkembangan
Obyek psikologi perkembangan adalah
perkembangan manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan
masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh
perkembangan masyarakat. Namun perhatian psikologi perkembangan yang utama
tertuju pada perkembangan manusianya sebagai person, dan masyarakat merupakan
tempat berkembangnya person tadi.
Pengertian perkembangan menunjuk
pada suatu proses kearah yang lebih baik atau sempurna dan tidak begitu saja
dapat di ulang lagi. Perkembangan menunjuk ada perubahan yang bersifat tetap
dan tidak dapat di putar kembali.
Perkembangan juga berkaitan daengan
belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan, apa yang berkembang
berkaitan dengan perilaku belajar. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan
sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju kea rah suatu organisasi pada
tingkat intergrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan
belajar. Suatu devinisi yang relevan yang dikemukakan oleh Monks sebagai
berikut : Perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam
proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa
yang akan menjadi actual dan terwujud.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan
oleh Werner (1957) sebagai berikut : Perkembangan sejalan dengan prinsip ortho
genetic, bahwa perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang
berdiferensiasi sampai ke keadaan dimanadiferensiasi, artikulasi, dan
integrasi, meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu diartikan sebagai
prinsip totalitas pada diri anak, bahawa dari penghayatan totalitas itu lambat
laun bagian-bagiannya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka
keseluruhan.
Pada anak prasekolah dan taman kanak-kanak tampak adanya diskontinuitas, sedang pada kelompok umur yang lebih tinggi sampai dengan mahasiswa menunjukkan kontinuitas.
Pada anak prasekolah dan taman kanak-kanak tampak adanya diskontinuitas, sedang pada kelompok umur yang lebih tinggi sampai dengan mahasiswa menunjukkan kontinuitas.
Menurut Nagel, perkembangan
merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan
mempunyai fungs-fungsi tertentu, o;eh karena itu bilamana terjadi perubahan
struktur baik dalam organisasi maupun da;am bentuk, akan mengakibatkan
perubahan fungsi.
Menurut Schneirla, perkembangan
adalah perubahan-perubahan progesif dalam organisasi organisme, dan organisme
inidilihat sebagai system fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya.
Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor yakni kematangan dan
pengalaman.
Spiker, mengemukakan dua macam
pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan yaitu :
1. Ortogenetik, yang berhubungan dengan
perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai
dewasa.
2. Filogenetik, yakni perkembangan dari asal
usul manusia sampai sekarang ini.
Rumusan ini lain tentang arti
perkembangan yang dikemukakan oleh Libert, Paulus, dan Strauss, yaitu bahwa
Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu
ssebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Istilah
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala
psikologis yang menampak. Perkembangan dapat juga dilikiskan debagai suatu
proses yang kekal dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada tingkat
integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan
belajar.
B.
Macam-macam
Perkembangan
Terbagi menjadi beberapa tahapan
perkembangan yaitu :
1. Perkembangan
Fisik
Pertumbuhan fisik pada masa ini
lambat dan relatif seimbang. Peningkatan berat badan anak lebih banyak dari
pada panjang badannya. Peningkatan berat badan anak terjadi terutama karena
bertambahnya ukuran sistem rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh
lainnya.
2. Perkembangan
Motorik
Perkembangan motorik pada usia ini
menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak
– anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu
menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan – ketrampilan
motorik, anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang
bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak – anak juga
melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal,
seperti senam, berenang, dll.
Beberapa perkembangan motorik
(kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :
a)
Anak Usia 5 Tahun
·
Mampu melompat dan menari
·
Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan
dan badan
·
Dapat menghitung jari – jarinya
·
Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan mampu
bercerita
·
Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta
artinya
·
Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya
·
Mampu membedakan besar dan kecil
b)
Anak Usia 6 Tahun
·
Ketangkasan meningkat
·
Melompat tali
·
Bermain sepeda
·
Mengetahui kanan dan kiri
·
Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan
·
Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar
c)
Anak Usia 7 Tahun
·
Mulai membaca dengan lancar
·
Cemas terhadap kegagalan
·
Peningkatan minat pada bidang spiritual
·
Kadang Malu atau sedih
d)
Anak Usia 8 – 9 Tahun
·
Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
·
Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
·
Ketrampilan lebih individual
·
Ingin terlibat dalam sesuatu
·
Menyukai kelompok dan mode
·
Mencari teman secara aktif.
e)
Anak Usia 10 – 12 Tahun
·
Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur
tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak
·
Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci,
menjemur pakaian sendiri , dll.
·
Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu
orang lain
·
Mulai tertarik dengan lawan jenis.
3. Perkembangan
Kognitif
Dalam
keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur –
angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif
dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah
yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat,
sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Menurut teori
Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought),
artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa
nyata atau konkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi
terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
sesungguhnya.
Dalam masa
ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi –
operasi, yaitu :
1. Negasi (Negation),
yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan–hubungan antara
benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
2. Hubungan
Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan
sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3. Identitas,
yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula
untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri
bertindak secara nyata.
a)
Perkembangan Memori Selama periode ini, memori jangka
pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang
tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan –
keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan
strategi memori (memory strategy), yaitu merupakan perilaku disengaja yang
digunakan untuk meningkatkan memori. Matlin (1994) menyebutkan 4 macam strategi
memori yang penting, yaitu :
·
Rehearsal (Pengulangan) : Suatu strategi
meningkatkan memori dengan cara mengulang berkali-kali informasi yang telah
disampaikan.
·
Organization (Organisasi) : Pengelompokan
dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti,
anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana
mereka duduk dalam satu kelas.
·
Imagery (Perbandingan) : Membandingkan
sesuatu dengan tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang.
·
Retrieval (Pemunculan Kembali) : Proses
mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan. Ketika suatu
isyarat yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali sebuah meori, mereka
akan menggunakannya secara spontan.
Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal
lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk
sikap, kesehatan dan motivasi), serta pengetahuan yang diperoleh anak
sebelumnya.
b)
Perkembangan Pemikiran Kritis Perkembangan
Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara
mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu
saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir
secara reflektif dan evaluatif.
c)
Perkembangan Kreativitas Dalam tahap
ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan
sekolah.
d)
Perkembangan Bahasa Selama masa anak-anak awal,
perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara
menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara
berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak akan
mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan
berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
4.
Perkembangan Psikosial
Pada tahap
ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang
dapat membuahkan hasil, sehingga dunia psikosial anak menjadi semakin kompleks.
Anak sudah siap untuk meninggalkan rumah dan orang tuanya dalam waktu terbatas,
yaitu pada saat anak berada di sekolah. Melalui proses pendidikan ini, anak
belajar untuk bersaing (kompetitif), kooperatif dengan orang lain, saling
memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan – peraturan yang
berlaku.
Dalam hal
ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan teman sebaya.
Identifikasi bukan lagi terhadap orang tua, melainkan terhadap guru. Selain
itu, anak tidak lagi bersifat egosentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif
sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan masalahnya
sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang menarik
perhatiannya.
a) Perkembangan
Pemahaman Diri Pada tahap ini, pemahaman diri atau konsep diri anak
mengalami perubahan yang sangat pesat. Ia lebih memahami dirinya melalui
karakteristik internal daripada melalui karakteristik eksternal.
b) Perkembangan
Hubungan dengan Keluarga Dalam hal ini, orang tua merasakan pengontrolan
dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan periode sebelumnya, karena rata-rata anak menghabiskan waktunya
di sekolah. Interaksi guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu peluang
yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan
ketrampilan sosial.
c) Perkembangan
Hubungan dengan Teman Sebaya Berinteraksi dengan teman sebaya
merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu. Umumnya mereka meluangkan waktu
lebih dari 40% untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan terkadang terdapat
duatu grup/kelompok. Anak idak lagi puas bermain sendirian dirumah. Hal ini
karena anak mempunyai kenginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.
C.
Pentingnya
Perkembangan Sosial Emosi pada Anak
Mengapa
Sosial Emosional Perlu Dikembangkan:
1. Kompleksitas Kehidupan yang Dihadapi Anak
Perkembangan zaman termasuk
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tidak
seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi lebih teratur, tenteram, damai, dan
bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan kehidupan ini semakin kompleks,
bahkan menyebabkan dunia ini semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan dinikmati.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian
terhadap perilaku dan sikap sosial emosional anak, keadaan kehidupan saat ini
sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku anak. Keadaan lingkungan kehidupan
saat ini banyak berakibat buruk terhadap perkembangan dan kehidupan sosial
emosional anak. Ternyata kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya
tekanan-tekanan pada sosial emosional anak sehingga berdampak pada anak-anak
zaman sekarang, yaitu menjadi lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi
segala sesuatu mengenai dirinya.Beberapa contoh perilaku emosi dan sosial yang
menyertai generasi sekarang dapat digambarkan sebagai berikut:
·
Perilaku Kesepian dan Pemurung
·
Perilaku Beringas dan Kasar
·
Perilaku Rendahnya Sopan Santun
·
Perilaku Cemas dan Gugup
·
Perilaku Impulsif
2. Anak adalah Praktisi dan Investasi Masa Depan
Alasan dan faktor lain yang perlu disadari tentang
pentingnya pengembangan sosial emosional anak sejak dini atau sejak mereka
berada pada level prasekolah adalah anak merupakan praktisi masa depan.
Keberhasilan membina anak sejak dini, merupakan kesuksesan bagi masa depan
anak. Sebaliknya, kegagalan dalam memberikan pembinaan, pendidikan, pengasuhan,
dan perlakuan merupakan bencana bagi kehidupan anak di kemudian hari.
Makna lain dari anak sebagai praktisi masa depan bahwa
dalam diri anak perlu diberikan dan dikembangkan nilai-nilai mendasar yang
dapat digunakan secara fungsional dalam kehidupannya kelak.
Diantara aspek mendasar adalah pengembangan aspek
sosial emosional yang memadai. Sejak dini anak harus sudah dikenalkan pada
kemampuan mengenali, mengolah dan mengontrol emosi serta perilaku sosialnya
agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan sosial yang
merangsang di hadapannya. Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan dan
kemampuan untuk beradaptasi serta mengatasi masalah dan tantangan yang timbul
selama proses perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial
emosional yang telah mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat
mengantarkannya menjadi praktisi sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi
sosok yang siap menghadapi dunia modern dan kompleks secara optimis dan lebih
meyakinkan.
3. Fase Strategis Pendidikan dan Pengembangan Anak
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari
50% perkembangan individu terjadi pada masa usia dini. Di usia ini kecerdasan
individu mengalami rangkaian perubahan yang luar biasa, dan sisanya hanya
modifikasi dan pengayaan saja. Segala stimulasi dapat merangsang dimensi
perkembangannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat meningkatkan semua
aspek kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional.
Penelitian lainnya, terutama yang terkait dengan
perkembangan kepribadian anak dilakukan oleh Dr. Maria Montessori yang
menyimpulkan bahwa usia sejak lahir hingga 6 tahun adalah tahun formatif, yaitu
usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu. Kepribadian tersebut
melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber
kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia kanak-kanak.
Oleh karena itu, jangan menelantarkan anak pada masa
peka tersebut. Bila kita menyia-nyiakan dan menelantarkan anak balita, mungkin
anak tersebut akan membawa cap atau bekas yang sulit bahkan tidak bisa dihapus.
Untuk itu fasilitasilah pertumbuhan dan belajarnya secara optimal.
4. Upaya Mengimbangi Pandangan Tentang Keunggulan IQ
Dibandingkan EI
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan
emosi karena secara umum kecerdasan akademis atau IQ (Intelligence Quotient)
relatif dipengaruhi oleh factor bawaan, sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional
Intelligence) dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan proses
belajar. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang dalam kehidupan pribadi mereka
paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan factor
lain, yaitu kecerdasan emosi.
Akan tetapi, bila kedua keterampilan tersebut diatas,
yakni IQ dan EI tercapai secara efektif, berarti kita sebagai orang tua dan
para guru telah melahirkan generasi-generasi yang hebat.
5. Tuntutan Agar Anak Segera Memiliki Keterampilan
Mengelola Emosi Sosialnya
Pada awal masa kanak-kanak emosi anak sangat kuat.
Masa tersebut merupakan saat ketidakseimbangan ledakan-ledakan emosi. Hal itu
biasanya tampak mencolok pada anak usia 2,5 sampai 3,5 tahun yang dikenal
dengan usia degil (dimana emosi terpusat pada kiri) dan usia 5,5 sampai 6,5
tahun.
Pada usia tersebut, anak cenderung mengekspresikan
emosi sebagai upaya mencari rasa aman, baik ditampilkan melalui tangisan, atau
melalui amarah. Keduanya merupakan cara anak utuk mencari perhatian orang lain
di sekitarnya. Hal tersebut sebetulnya wajar, tetapi jika tidak segera
diantisipasi sejak dini maka dikhawatirkan akan terbawa oleh anak hingga
dewasadan mengganggu kepribadiannya.
Melihat gejala-gejala tersebut, para orang tua atau
guru prasekolah sudah seharusnya dapat memberikan pembekalan yang memadai
tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar dapat memenuhi tuntutan
penyesuaian diri dari lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah
maupun teman bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut tidak
segera diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius, yang dapat dilihat dari
ekspresi kesehariannya, misalnya:
·
Mengidap rasa cemas yang berkepanjangan
·
Memiliki kecenderungan depresi
·
Bersikap bermusuhan terhadap anak atau orang lain
·
Terkena gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi
buruk, dan sebagainya
·
Mengalami gangguan makan
·
Bersikap agresif terhadap teman atau anak lain
Tentu semua
pihak tidak berharap dampak negative tersebut menimpa anak-anak usia dini.
Dengan pengembangan sosial emosional yang memadai diharapkan kesenjangan itu
dapat diantisipasi secara efektif.
D.
Pengaruh
Emosi pada Penyesuaian Pribadi dan Sosial Anak
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa
emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut
antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut:
·
Emosi menambah
rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan
perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini
menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan
memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk
memperluas wawasannya.
·
Emosi
menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat,sebagai contoh
kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh
untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul amarah. Apabila
persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa
gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
·
Ketegangan
emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan
motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang
terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik
anak.
·
Emosi merupakan
bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya
merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan
pikiran (komunikasi non verbal).
·
Emosi
mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi,
belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada
anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu
aktivitas mentalnya.
·
Emosi
merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat
mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi
anak dalam menilai dirinya sendiri.
·
Emosi
mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas
sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa
takut.
·
Emosi
mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak
berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada
anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan
sosial.
·
Emosi
memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya
ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut.
Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
·
Emosi
mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang
ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong
lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang
kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula,
sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
·
Reaksi
emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap
ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik
tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan
dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi
kebiasaan yang positif pula.
Hurlock
(1993), dalam mengungkapkan begbagai kondisi yang mempengaruhi perkembangan
sosial emosional anak menyebutkan 3 kondisi utama yaitu:
a. Kondisi
Fisik
Apabila kondisi keseimbangan tubuh
terganggu karena kelelahan, kesehatan yang buruk atau perubahan yang berasal
dari perkembangan maka merreka akan mengalami emosi yang meninggi.
Kondisi-kondisi fisik yang mengganggu adalah sebagai berikut:
·
Kesehatan yang buruk. Disebabkan oleh gizi yang buruk,
gangguan pencernaan atau penyakit. Kondisi kesehatan yang buruk pada seseorang
akan membuat dirinya menjadi terbatas disbanding dengan orang yang sehat,
apalagi jika kondisi tersebut berlangsung lama. Dengan kondisi seperti orang
tersebut, maka ia tidak bisa melakukan aktivitas secara penuh maka ia menjadi
tertekan dan akibatnya mudah marah terhadap orang lain.
·
Kondisi yang merangsang. Seperti kaligata atau eksim.
Penyakit kulit, termasuk rasa gatal, apalagi joika terdapat pada bagian-bagian
yang terbuka akan menyebabkan sipenderita menutup diri dan mungkin menjadi
minder. Contohnya saja anak yang terkena penyakit gatal-gatal pada bagian
tangan atau muka, ia akan merasa malu atau marah jika ditertawakan temannya.
·
Setiap gangguan kronis. Seperti asma atau penyakit
kencing manis. Disini anak merasa tertekan jika penyakit nya kambuh secara
tiba-tiba yang membuat ia menangis sebagai luapan emosinya.
·
Perubahan kelenjar. Terutama pada masa puber, gangguan
kelenjer juga disebabkan oleh stress emosi yang kronis, misalnya pada kecemasan
yang berlebihan.
b. Kondisi
Psikologi
Kondisi psikologi dapat mempengaruhi
emosi, antara lain tingkat intelegensi, tingkat aspirasi dan kecemasan.
·
Perlengkapan intelektual yang buruk.
·
Kegagalan mencapai tingkat aspirasi.
·
Kecemasan setelah pengalaman emosi tertentu yang
sangat luas.
c. Kondisi
Lingkungan
Ketegangan yang terus-menerus atau terlalu banyak pengalaman
yang menggelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan akan berpengaruh
pada emosi anak.
·
Ketegangan yang disebabkan oleh pertengkaran dan
perselisihan yang terus-menerus. Pertengkaran atau
perselisihan dalam konteks interaksi sosial secara terus-menerus
akan mengakibatkan timbulnya emosi dan akibatnya merusak hubunga sosial
sehingga anak bias melukai jika kekesalannya sudah amat kuat.
·
Ketegangan yang berlebihan serta disiplin yang
otoriter. Disiplin yang dipaksakan akan berdampak buruk bagi anak dan bisa anak
memberontak jika kita tidak memberikan penjelasan pada anak.
·
Sikap orang tua yang selalu mencemaskan atau terlalu
melindungi. Melindungi yang terlampau (over protective) akan mengkibatkan
penolakan dari orang yang disayanginya, seolah-olah rasa saying dibalas dengan
benci.
·
Susana otoriter di sekolah. Guru yang terlalu menuntut
atau perkejaan sekolah yang tidak sesuai dengan kemampuan anak akan menimbulkan
kemarahan sehingga anak pulang kerumah dalam keadaan kesal.
E.
Pengertian
Anak Usia Dini dan Rentang Usia Anak
Anak usia dini adalah
anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undang-undang Sisdiknas tahun
2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan anak. Menurut Mansur (2005:
88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada masa ini merupakan
masa emas atau golden age, karena anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang.
Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan
anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun
perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet
Suyanto, 2005: 6).
Sesuai dengan
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut dilakukan melalui Pendidikan anak
usia dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui
pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur
formal berbentuk taman kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk
lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk
kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur
pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi
PAUD atau yang kita kenal dengan satuan PAUD sejenis (SPS).
Maleong menyebutkan
bahwa ragam pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga
kelompok yaitu kelompok taman penitipan anak (TPA) usia 0-6 tahun); kelompok
bermain (KB) usia 2-6 tahun; kelompok satuan PADU sejenis (SPS) usia 0-6 tahun
(Harun, 2009: 43).
Dari uraian di atas,
penulis menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang
usia 0-6 tahun yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat, sehingga diperlukan stimulasi yang tepat agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan maksimal. Pemberian stimulasi tersebut harus diberikan
melalui lingungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat penitipan anak
(TPA) atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Dalam upaya mendidik dan mengembangkan anak untuk mencapai
perkembangannya seoptimal mungkin, maka para pendidik anak usia dini perlu
memahami siapa anak didiknya dan bagaimana perkembangan anak itu sendiri. Anak
berbeda dengan orang dewasa atau orang tua, anak memiliki karakteristik dan
dunianya sendiri, dan anak memiliki potensi untuk dapat berkembang selama
lingkungannya memberikan pengaruh-pengaruh yang positif bagi upaya
pengembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar