Model
Pembelajaran Outbound
1. Pengertian Model Pembelajaran
Outbound
Pendidikan
melalui kegiatan alam terbuka mulai dilakukan tahun 1821 disaat didirikannya
Round Hill School. Secara sistematik pendidikan melalui kegiatan outbound
dimulai tahun 1941 di Inggris. Lembaga pendidikan outbound pertama dibangun
oleh seorang pendidik berkebangsaan Jerman bernama Kurt Hahn dan bekerja sama
dengan pedagang Inggris. Lawrence Holt. Pendidikan berdasarkan petualangan
(adventure based education) tersebut dilakukan dengan menggunakan kapal layar
kecil dengan tim penyelamat untuk mendidik para pemuda di zaman perang.
Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan kaum muda bahwa tindakan
mereka membawa konsekuensi dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kasih sayang
diantara mereka.
Hahn
mengembangkan ide-ide progresifnya, pertama sebagai pendiri Sekolah Salem di
Jerman dan kemudian di Gordonston, sekolah yang menumpang di Skotlandia, tetapi
kemudian menjadi sekolah pertama yang berbeda dan paling inovatif. Hahn percaya
bahwa pendidikan seharusnya menjadi “kompas” untuk mengarahkan intelektualitas
dan karakter seseorang. Dalam
pengembangannya di sekolah Outwardbound. Ia menggunakan konsep
exparential learning agar pengalaman yang dialami lebih nyata dan kuat untuk
menggali harga diri (self esteem), menemukan potensi-potensi dan rasa tanggung
jawab.
Konsep
pendidikan di alam terbuka kemudian berkembang sejak tahun 1970-an diseluruh
dunia termasuk Indonesia. Banyak lembaga pendidikan yang menerapkan outbound
dalam proses pengajarannya. Penggunaannya mulai memberikan kontribusi positif
terhadap kesuksesan belajar.
Berdasarkan
sejarah yang telah dikemukakan, outbound adalah sebuah cara untuk menggali diri
sendiri, dalam suasana menyenangkan dan tempat penuh tantangan yang dapat
menggali dan mengembangkan potensi, meninggalkan masa lalu, berada di masa
sekarang dan siap menghadapi masa depan, menyelesaikan tantangan, tugas-tugas
yang tidak umum, menantang batas
pengamatan seseorang membuat pemahaman terhadap diri sendiri tentang kemampuan
yang dimiliki melebihi dari yang dikira. Kegiatan outbound memberikan tantangan
dalam kegiatannya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan seorang anak untuk
masa depannya.
Outbound
adalah sebuah petualangan yang berisi tantangan, bertemu dengan sesuatu yang
tidak diketahui tetapi penting untuk dipelajari, belajar tentang diri sendiri,
tentang lainnya dan semua tentang potensi diri sendiri. Anak dapat belajar
mengenali kemampuannya serta kelemahannya sendiri melalui kegiatan outbound.
Dari
uraian yang telah dikemukakan maka, outbound adalah kegiatan diluar ruangan
yang bersifat petualangan dan penuh tantangan sebagai proses pembelajaran untuk
menemukan potensi-potensi anak sehingga anak dapat mengenali dirinya sendiri.
2. Tujuan dan Karakteristik Model
Outbound
a.
Tujuan Outbound
Tujuan
outbound adalah menggali dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh anak
melalui berbagai permainan yang ada yang dibuat menantang melalui media alam.
Pada
outbound, anak dituntut untuk belajar mandiri dalam arti luas mulai dari
mengatasi rasa takut, ketergantungan pada orang lain, belajar memimpin, mau
mendengarkan orang lain, mau dipimpin dan belajar percaya diri. Steven Habit
mengatakan ada tujuh keterampilan untuk hidup, yakni leadership life skill,
learn to how, self confident, self awareness, skill communication, management
skill and team work. Dari kegiatan kreatifitas itu dilakukan melalui proses
pengamatan, interprestasi, rekayasa dan eksperimen yang dilakukan berdasarkan
learning by doing yang berarti anak akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
menggali kemampuan dirinya sendiri dengan mengalami sendiri/discovery learning
sehingga anak mendapatkan pengalaman untuk pembelajaran dirinya sendiri.
Outbound
memberikan proses belajar sederhana dimana pengajaran atau pelatihan yang
diberikan didesain untuk memberikan semangat, dorongan dan kemampuan yang
didasarkan pada sebuah cara pendekatan pemecahan masalah. Ini akan memotivasi
anak dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai perwujudan konsep diri positif.
Outbound
adalah suatu program pembelajaran di alam terbuka yang berdasarkan pada prinsip
experiential learning (belajar melalui pengalaman langsung) yang disajikan
dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media
penyampaian materi. Artinya dalam program outbound tersebut anak secara aktif
dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan.
Outbound
juga dikenal dengan sebutan media outboundactivities. Outbound merupakan salah
satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru disekolah. Dengan
konsep interaksi antar siswa dan alam melalui kegiatan simulasi di alam
terbuka. Hal tersebut diyakini dapat memberikan suasana yang kondusif untuk
membentuk sikap, cara berpikir serta persepsi yang kreatif dan positif dari
setiap siswa guna membentuk jiwa kepemimpinan, kebersamaan/teamwork,
keterbukaan, toleransi dan kepekaan yang mendalam, yang pada harapannya akan
mampu memberikan semangat, inisiatif, dan pola pemberdayaan baru dalam suatu
sekolah.
Melalui
simulasi outdoor activities ini, anak juga akan mampu mengembangkan potensi
diri, baik secara individu (personal development) maupun dalam kelompok (team
development) dengan melakukan interaksi dalam bentuk komunikasi yang efektif ,
manajemen konflik, kompetesi, kepemimpinan, manajemen resiko, dan pengambilan
keputusan serta inisiatif.
b.
Karakteristik Outbound
Kegiatan
outbound merupakan kegiatan belajar sambil bermain atau sebaliknya.
Menurut Vygotsky bermain mempunyai peran
langsung terhadap perkembangan kognisi seorang anak dan berperan penting dalam
perkembangan sosial dan emosi anak.
Menurut
Heterington dan Parke, bermain juga berfungsi untuk mempermudah perkembangan
kognitif anak. Belajar sambil bermain akan memungkinkan anak meneliti
lingkungan , mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang
dihadapinya. Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak serta untuk
memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia
dewasa kelak.
Dworetzky
mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam permainan mempunyai peran
penting bagi perkembangan kognitif dan sosial siswa. Jadi berdasarkan pendapat
para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat bermain tidak saja dapat
meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa,
disiplin, perkembangan moral, kreatifitas, dan perkembangan fisik anak.
David
Kolb menggambarkan proses pembelajaran experential learning dalam outbound
dengan siklus sebagai berikut :
Mengacu
pada gambar diatas, pada dasarnya pembelajaran eksperiensial ini sederhana
dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (reflect) dan kemudian terapkan
(apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai
dari proses mengalami (experience), bagi (share), “dirasa-rasa” atau analisis
pengalaman tersebut (proccess), ambil hikmah atau simpulkan (generalize), dan
terapkan (apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini
sebenarnya never ending. Uwes menjabarkan deskripsi siklus sebagai berikut :
Langkah
1: Experience
Apa
yang dimaksud dengan experience? Biarkan peserta didik kita mengalami dengan
melakukan hal tertentu (perform and do it). Dalam kasus ni adalah melakukan
trik service yang mengecoh lawan tersebut. Sebagai langkah awal,peserta didik
diberikan serve yang mengecoh tersebut oleh kita. Biar dia merasakan /
mengalami kesulitan dalam menerima serve tersebut. Kemudian, ia diminta untuk
melakukan hal yang sama, memberikan serve dan teman yang lain menjadi penerima
serve. Proses ini, dilakukan selama jangka waktu tertentu yang menurut anda
dirasa cukup.
Langkah
2: Share (berbagi rasa/pengalaman)
Setelah
semua peserta didik mencoba melakukan trik serve tersebut secara bergantian.
Maka, langkah selanjutnya adalah melakukan proses sharing alias berbagi rasa.
Semua peserta didik diminta untuk mengemukakan apa yang dia rasakan baik dari
sisi “timing” serve, teknik melempar bola, memukul bola, posisi bola, posisi
tangan, posisi berdiri dan lain-lain. Semua hal tersebut diungkapkan secara
terbuka, rileks, dengan gaya masing-masing.
Langkah
3: Process (analisis pengalaman)
Tahap
ini adalah tindak lanjut dari tahap kedua yaitu proses menganalisis berbagai
hal terkait dengan apa, mengapa, bagaimana trik serve tersebut dilakukan termasuk
bagaimana mengatasinya. Hal ini dilakukan dengan cara diskusi terbuka dan
demonstrasi. Bila perlu rekan yang satu dengan yang lain saling mengoreksi dan
memberikan masukan, termasuk mendemonstrasikan cara yang menurutnya lebih baik.
Instruktur/guru bisa ikut serta
meluruskan cara yang lebih tepat.
Langkah 4:
Generalize (menghubungkan pengalaman dengan situasi senyatanya)
Langkah
selanjutnya adalah menyimpulkan hasil analisis tersebut. Kesimpulan bersama,
mungkin telah dihasilkan secara teoretis dari hasil analisis diatas. Namun,
belum tentu hal tersebut dapat menyatu atau terintegrasi secara utuh dalam
praktek senyatanya. Oleh karena itu, untuk pembuktian generalisasi dari hasil
tersebut perlu dilakukan dengan pengulangan penerapan dalam situasi yang nyata.
Maka, triks tersebut dicobakan kembali, sebelum beranjak ke triks yang sama
tapi levelnya lebih tinggi lagi (lihat langkah 5)
Langkah 5:
Apply (penerapan terhadap situasi yang serupa atau level lebih tinggi)
Langkah
terakhir, adalah sama dengan langkah 4, namun dalam hal ini level penguasaan
ditingkatkan ke hal baru yang lebih tinggi. Hal baru ini, akan menjadi bahan
menuju langkah experiential learning ini mulai dari tahap
experience-share-process-generalize-apply dan kembali lagi ke siklus awal.
Begitu seterusnya.
Sementara
Oemar Hamalik mengungkapkan karakteristik tahapan model pembelajaran outbound
adalah sebagai berikut :
1. Guru merumuskan dengan teliti
pengalaman belajar yang direncanakan untuk memperoleh hasil yang potensial atau
memiliki alternative hasil
2. Guru berusaha menyajikan pengalaman
yang bersifat lebih menantang dan memotivasi
3. Siswa dapat
bekerja individual tetapi lebih sering bekerja dalam kelompok kecil
4.
Para siswa ditempatkan dalam situasi-situasi pemecahan masalah nyata
5. Para siswa berperan aktif
dalam pembentukan pengalaman membuat keputusan sendiri dan memikul konsekuensi
atas keputusan tersebut.
Outbound memiliki beberapa jenis kegiatan antara lain melalui tutorial, high
impact (kegiatan yang membutuhkan sarana pada ketinggian, misal flying fox,
elvis brigde dll), low impact (kegiatan yang dilakukan tanpa
sarana di ketinggian), training dan berbagai jenis games/permainan yang
didesain khusus untuk pencapaian tujuan yang diharapkan.33Outbound untuk
anak usia dini sebatas pada jenis kegiatan high impact sederhana
(ketinggian disesuai usia dan tinggi anak), low impact, dan games dimana
ketiganya dapat dimodifikasi menjadi sebuah permainan yang menarik bagi anak.
3. Prosedur Kerja
Tahap persiapan:
Guru menentukan bentuk kegiatan/materi yang akan dilaksanakan
Guru menentukan waktu pelaksanaan (di jam pelajaran/di luar jam pembelajaran)
dan tempat (tempat-tempat mana saja yang akan digunakan dalam pelaksanaan)
Guru mempersiapkan peralatan yang akan digunakan
Tahap pelaksanaan:
Guru membagi anak dalam kelompok
Guru menjelaskan tentang tugas dan aturan main
Tahap pengakhiran:
Laporan dari masing-masing kelompok
Refleksi, mereview seluruh kegiatan dari tiap siswa
KESIMPULAN
Kesimpulan dari seluruh materi tentang
model pembelajaran outbound adalah outbound merupakan salah satu
model pembelajaran yang tepat untuk pendidikan anak usia dini. Outbound menggunakan
alam sebagai medianya dimana experential learning sebagai metode yang
digunakan. Adapun bentuk kegiatannya berupa permainan yang memberikan tantangan
pada anak sehingga anak berupaya untuk terus berusaha menggali dan
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Sejatinya
outbound adalah kegiatan yang terfokus pada pengembangan diri seseorang
tetapi pada akhirnya outbound dapat juga dilakukan untuk menyampaikan
materi-materi yang terdapat pada kurikulum pembelajaran nasional