BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil
terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis, wanita dan pria
serta anak-anak yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan
dikemudikan oleh orang tua. Alam mempercaykan pertumbuhan serta perkembangan
anak peda mereka pada mereka. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama
bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak
memperoleh pendidikan untuk yang pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama
karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan
anak dikemudian hari. Sebagaimana dikemukakan yang diungkapkan oleh Dra.
Kartini Kartono, “keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk social. Dalam keluarga
umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar
pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak” Masalah anak-anak
dan pendidikan adalah suatu problem yang amat menarik bagi seorang pendidik dan
ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-anaknya yang membutuhkan pendidikan.
Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya
serta mendidiknya dengan ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab
mengasuh anak adalah tugas kedua orangtuanya. Pengertian mengasuh anak adalah
mendidik, membimbing dan memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian,
kebersihannya, atau pada segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai
batas bilamana si anak telah mampu melaksanakan keperluannya yang vital,
seperti makan, minum, mandi dan berpakaian. Dalam mencapai tujuan pendidikan
tidak hanya bergantung pada proses pendidikan yang dilakukan di sekolah.
Keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan.
Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerjasama dengan baik dalam
mengupayakan tercapainya tujuan pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk
dan mengembangkan kepribadian anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar
sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyarakat Dalam perkembangannya
istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dengan
demikian pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau
kelompok untuk membina seseorang sesuai dengan norma dan kebudayaan dalam
masyarakat. Keluarga sendiri merupakan tempat pertama dan terdekat dari anak
untuk mendapatkan pendidikan. Dalam keluarga anak akan mendapatkan adab
kemanusiaan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Oleh
karena itu, pendidikan dalam keluarga dan yang diberikan oleh orang dalam
keluarga akan sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalahan yang dapat ditarik
adalah :
a.
Apa pengertian pola asuh orang tua?
b.
Apa saja macam-macam pola asuh orangtua ?
c.
Apa peran guru dan orang tua dalam perkembangan emosi
anak ?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penuliasan
makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran pola asuh orang tua
terhadap pembentukan seorang anak baik itu berupa psikis maupun fisiknya serta
keterkaitan pola asuh orang tua terhadap kelangsungan pendidikan seorang anak.
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah kami mengharapkan pembuatan
makalah kami dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah pengetahuan dan wawasan
baru serta menjadi acuan bahwa penerapan pola asuh orang tua itu penting bagi
perkembangan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pola Asuh Orang tua
Setiap orang menginginkan anaknya
menjadi orang yang berkepribadian yang baik, Sikap mental yang sehat dan sikap
yang terpuji. Orangtua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan
anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Sebagaimana yang
sinyatakan oleh Zakiyah Daradjat, bahwa “Kepribadian orang tua, sikap dan cara
hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk
kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu
“pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Indonesia, “pola corak, model, model,
system, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata “asuh dapat
diartikan menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu,
melatih Dan memimpin)badan atau lembaga. Lebih jelasnya kata asuh mengcakup
segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan
bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.
Pengasuhan menurut
(Schochib,2000,hlm 15) adalah orang yang melaksanakan tugas
membimbing,memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud disini adlah
mengasuh anak. Menurut darajat mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan
memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya
dalam periode pertama sampai dewasa. Pola asuh orang tua yang diterapkan pada
anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat
dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan
pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut
tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Dengan
pengertian diatas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah
kepemimpinan, bimbingan , yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan
hidupnya. Pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antar
anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan sesuai dengan norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan
masyarakat. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga,
mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk
mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh
yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini
tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002, hlm. 86).
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi.
Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah
besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses
perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan
penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Hal
tersebut dikuatkan oleh pendapat Brown (1961: 76) yang mengatakan bahwa
keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Jadi,
pola asuh orang tua secara mendetail adalah suatu keseluruhan interaksi antara
orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan
tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap Paling tepat oleh
orang tua, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
B. Macam-macam Pola Asuh Orang tua
Pendidikan dalam keluarga perlu
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dengan mengetahui dan mencari pola asuh yang
tepat bagi anak-anaknya, antara lain :
a.
Pola Asuh Otoritative (Otoriter)
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dab sewenang-wenang”.
Menurut singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, pola asuh otoriter
adalah suatu bentk pola yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua
perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya
atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Menurut Baumrind (1991) (dalam Parke
& Locke, 1999) pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan
pada pengawasan oarngang tua atau control yang ditujukan kepada anak untuk
mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang
kaku, dictator, dan memaksa anak untuk patuh terhadap aturan-aturan yang
diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan
alasan dibalik aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anaknya.
Adapun
cirri-ciri dari pola asuh otoriter adalah :
1)
Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan
tidak boleh membantah.
2)
Orang tua cenderung mencari keslahan-kesalahan anak
dan kemudian menghukumnya.
3)
Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan
kepada anak.
4)
Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan
anak, maka anak dianggap pembangkang.
5)
Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
6)
Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk
anak dan anak hanya sebagai pelaksa.
7)
Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
Efek pola
asuh otoriter terhadap perilaku belajar anak :
1)
Anak menjadi tidak percaya diri, kurang spontan,
ragu-ragu dan pasif, serta memiliki masalah konsentrasi dalam belajar.
2)
Anak menjalankan tugas-tugasnya hanya karena takut
hukuman
3)
Disekolah, memiliki kecenderunagn berperilaku anti
social, agresif , impulsive dan perilaku mal adatif lainnya.
4)
Anak perempuan cenderung menjadi dependen.
5)
Anak merasa tidak bahagia, tidak terlatih untuk beriinisiatif,
selalu tegang, cenderung ragu.
6)
Anak tidak mampu menyelesaikan permasalahan atau
problem solving-nya kurang.
b.
Pola Asuh Autoritatif (Demokratis)
Pola asuh demokratis adalah pola
asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama
dalam artian saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan
menentukan perialakunya sendiri agar dapat berdisiplin. Menurut shochib (dalam
yuniati,2003) orangtua yang menerapkan pola suh demokratis banyak memberikan
kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi
dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak
mempunyai kepuasan tersendiri dalam hokum untuk menegembangkan kedisiplinan.
Pola asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang
memperlihatkan emosional positif, social, dan pengembangan kognitif. Orangtua
juga memprioritaskan kepentingan anak dan membimbing anak kearah kemandirian.
Hal ini dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih saying. Sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi : “Sesungguhnya Allah
mencintai kelemah-lembutan dalam segala urusan” (H.R Bukhari).
Adapun ciri-ciri pola asuh
demokratis adalah :
1)
Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan
dan mempertimbangkan alas an-alasan yang diterima.
2)
Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang
perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.
3)
Memberikan bimbingan dengan penuh perhatian
4)
Dapat menciptakan keharmonisan keluarga
5)
Dapat menciptakan suasana komunikatif antar orangtua
dan ank serta sesame keluarga.
Efek Pola
asuh autoritatif terhadap perilaku belajar anak :
1)
Anak lebih mandiri,tegas terhadap diri sendri dan
memiliki kemampuan introspeksi serta pengendalian diri.
2)
Mudah bekerjasama dengan oranglain dan kooperatif
terhadap aturan.
3)
Lebih percaya diri akan kemampuannya menyelesaikan
tuga-tugas.
4)
Merasa aman dan menyukai serta semangat dalam
tugas-tigas belajar.
5)
Memiliki keterampilan social yang baik dan terampil
menyelesaikan permasalahan.
6)
Tampak lebih kreatif dan memiliki motivasi
berprestasi. Menyepakati pola asuh yang paling efektif dalam keluarga adalah
penting, karena pola asuh pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang akan
melandasi kepribadiannya dimasa yang akan datang.
c.
Pola Asuh
permissive (Pemanjaan)
Segala sesuatu terpusat pada
kepentingan anak, dan orangtua/prngasuh tidak berani menegur, takut anak
menangis dan khawatir anak kecewa. Terkadang orang tua melakukan segala hal
yang diinginkan oleh anaknya tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi terhadap
anak tersebut.
Ciri-ciri pola asuh permissive
(pemanjaan)
1)
Adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya.
2)
Anak terkadang egois.
Efek Pola
Asuh Permisive terhadap perilaku belajar anak :
1) Anak menjadi
tanpak responsive dalalm belajar, namun kurang matang (manja), impulsive dan
mementingkan diri sendri, kurang percaya diri (cengeng) dan mudah menyerah
dalam menghadapi hambatan atau kesuliatan dalam tugas-tugasnya.
2) Tidak jarang
perilakunya disekolah menjadi agresif.
d.
Pola Asuh
Indulgent (penelantaran).
Pola asuh seperti ini sendiri menelantarkan
anak secara psikis, kurang memperhatikan perkembangan si anak, anak dibiarkan
berkembang sendiri tanpa megawasi perkembangan anak, orangtua lebih
memprioritaskan kepentingannya sendiri karena kesibukan. Efek Pola Asuh
Indulgent / Laissez Faire (penelantaran) Kata laissez faire berasal dari Bahasa
Perancis yang berarti membiarkan (leave alone). Dalam istilah pendidikan,
laissez faire adalah suatu system dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non
interference (tidak ikut campur). Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai
mahluk hidup berpribadi bebas, anak adalah subjek yang dapat bertindak dan
berbuat sesuai dari hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan
menemukan sendiri apa yang diinginkannya . kebebasan sepenuhnya diberikan
kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh
terhadap anaknya.
Ciri-ciri pola asuh
Indulgent/Laissez faire (penelantaran)
1)
Anak bersifat nakal, lemah, tergantung dan bersifat
kekanak-kanakan
2)
Acuh tak acuh atau cuek terhadap segala hal yang
menyankut tentang dirinya.
Efek dari
pola asuh Indulgent/ Laissez faire (penelantaran)
1)
Anak dengan pola asuh ini paling potensial terlibat
dalam kenakalan remaja seperti penggunaan narkoba, merokok disusia dini dan
tindak criminal lainnya.
2)
Impulsive dan agresif serta kurang mampu
berkonsentrasi pada suiatu aktivitas atau kegiatan
3)
Anak memiliki daya tahan terhadap frustrasi rendah.
Terdapat
pula tipe pola asuh menurut Haersey dan Blanchard (1978) (dalam Garliah
&Sary,2005),terdiri dari empat tipe yaitu :
1)
Telling Perilaku orangtua yang directive-nya tinggi
dan supportive rendah disebut dengan telling. Karena dikarakteristikkan dengan
komunikasi satu arah antara orangtua dengan anak. Dimana orangtua menentukan
peran anak dan mengatakan apa, bagaiman, kapan dan dimana anak harus melakukan
berbagai tugas.
2)
Selling Perilaku orangtua yang directive dan
supportive tinggi disebut dengan selling. Karena sebahagian besar arahan yang
ada diberikan oleh orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua arah
yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan serta
dorongan.
3)
Participating Perilaku orangtua yang directive-nya
rendah dan supportive tinggi disebut participating, karena orangtua dan anak
saling membagi dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak
memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu
masalah itu dipecahkan dan membuat kesepakatan dengan orangtua pap yang harus
dilakukan.
4)
Delegating Perilaku orangtua yang directive dan
supportive rendah disebut dengan delegating, karena meskipun orangtua tetap
menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak
diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan,
dimana, dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.
C. Peran Guru dan Orang Tua Dalam Perkembangan Emosi Anak
Pendidik dan Orang tua dapat
mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan
beberapa cara yaitu:
1.
Mengenali emosi diri anak, mengenali perasaan anak
sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional.
kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi
pemahahaman anak.
2.
Mengelola emosi, menangani
perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak ,
melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat
yang muncul karena kegagalan.
3.
Memotivasi anak, penataan emosi
sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam
keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam
melakukan kreasi secara bebas.
4.
Memahami emosi anak, mengetahui alasan mengapa anak emosi.
5.
Membina hubungan dengan anak, Setelah kita
melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu
dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan
memelihara hubungan.
6.
Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya
menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk
berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan
penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa
yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian
a.
Peran Orangtua dan pendidikan
dalam mengembangkan Emosi Anak (usia 0-5 tahun)
Anak-anak usia 3,4,dan 5 tahun mengungkapkan sederetan
emosi dan mampu menggunakan secara serasi ungkapan seperti, Gila,sedih
,bahagia, dan sudah bisa membedakan perasaan-perasaan ereka. Dalam tahu pra
sekolah ini, situasi emosi anak-anak sanat tergantung keadaan dan bisa berubah
secepat mereka berlih dari kegiatan satu ke kegiatan yang lain. Karena
anak-anak berkembng dari anak usia 3 tahun ke anak usia 5 tahun, ada
peningkatan internalisasi dn pengaturan tehadap emosi mereka. Ketika anak-anak
usia 3,4 dan 5 tahunmencapai keterampilan-keterampilan kognitif dan bahasa ang
baru, mereka belajar untk mengatur emosi-emosi mereka dan menggnakan bahasa
untuk mengungkapkan bagaimana perasaan mereka dan perasaan orang lain. Gejolak
perasaan ini sebagian besar ada di permukaan artinya mereka mulai mengerti
brbagai perasaan berbeda yang mereka alami, namun mereka sulit mengatur perasaan
dan meggunakan ungkapan yang sesuia untuk melukiskan perasaan itu. Gejala
perasan merea sangat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa perasaan yang
terjadi pada saat itu. (Hyson,1994).
b.
Peran Guru di Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD)dalam Perkembangan Emosi.
Guru mengamati dan mengawasi serta berinteraksi dengan
individu-individu dan kelompok-kelmpok kecil anak-anak dengan cara-cara
terancang untuk memajukan belajar dan perkembangan anak. Para guru masuk dalam
diskusi-diskusi dengan anak-anak mengenai apa yang mereka lakukan menurut
(Vygotsky 1986) ini disebut suatu ”dialog Pendidikan”.
1.
Para guru mendorong anak-anak
memecahkan masalah-masalah
2.
Para guru mendengarkan dengan
aktif gagasan-gagasan anak.
3.
Para guru memberi umpan balik dan
juga masuk dalam dialog dengan anak-anak.
4.
Keterlibatan Orang Tua dalam
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Keterlibatan orang tua selalu dianggap perlu, misalnya:
a)
mengajarkan mereka kebiasaan
bersih, melatih anak,(VandeWalker,1908).
b)
Meneruskan pekerjaan sekolah
dirumah mereka (epstein&sanders,2000)
c)
Membaca abuku bersama-sama dan
kemudian menulis cerita mereka sendiri
dalam buku catatan (Barbour, 1999).
Dengan demikian merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif, tempat anak tumbuh dengan nyaman, sehingga dapat
memancing keluar potensi dirinya, kecerdasan dan percaya diri. Disamping itu
orangtua perlu memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan
potensi kecerdasan dari setiap tahap.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pola asuh orang tua sangat berperan
bagi anak usia dini, dimana orang tua mendidik anaknya dengan sangat baik,
orang tua mendidik anaknya terutama dari lingkungan keluarga, dalam pola asuh
orang tua dalam memberikan pelajaran yang mengenali dirinya dalam keluarga
sangat berperan bagi anak tersebut, dalam diri anak untuk mengenal lingkungan
keluarga yang membentuk karakter anak pertama kali. Pola asuh orang tua juga
membantu anak untuk mengetahui posisi dani peranannya sesuai dengan jenis
kelamin dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Pola asuh orang tua
membantu anak mengenal nilai-nilai atau aturan yang ada agar anak mematuhi
aturan tersebut dan anak bisa diterima oleh lingkungannya. Pola asuh mendorong
anak untuk memperoleh ilmu dunia dan ilmu akhirat yang bermanfaat bagi
hidupnya. Orang tua juga perlu mengawasi pergaulan anak dengan teman
maupun lingkungannya, Karena dalam lingkungan ada pengaruh yang baik dan yang
buruk. Orang tua juga perlu memberikan kasih sayang yang cukup bagi anak agar
anak tidak merasa kesepian dan sendirian, serta pola asuh yang diberikan
sebaiknya sesuai dengan kemampuan anak agar anak tersebut tidak merasa
terpaksa dengan pola asuh tersebut. Oleh sebab itu pola asuh orang tua
memiliki peranan penting dalam mendidik anak usia dini. Dimana pola asuh
terbagi menjadi beberapa macam seperti: pola asuh permisif, pola asuh otoriter,
dan pola asuh demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono, Dedi. 2009. Peran Keluarga
dalam Pendidikan Usia Dini.