BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Anak
usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan
dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada
pada rentang 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam
berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan
hidup manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada
anak harus memerhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan
anak.
Usia
dini lahir sampai enam tahun merupakan usia yang sangat menentukan dalam
pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia
penting bagi perkembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu
menyerap informasi yang sangat tinggi. Informasi tentang potensi yang dimiliki
anak usia dini itu, sudah banyak terdapat pada media massa dan media elektronik
lainnya.
Tumbuh
berarti bertambah dalam ukuran. Tumbuh dapat berarti bahwa sel tubuh bertambah
banyak atau sel tumbuh dalam ukuran. Mengukur pertumbuhan biasanya dilakukan
dengan menimbang dan mengukur tubuh anak. Relatif, melaksanakan pengukuran ini
relatif lebih mudah dibandingkan mengukur perkembangan sosial atau perkembangan
kepribadian sosial. Pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang
dikonsumsi tubuh. Hubungan antara makanan yang dikonsumsi tubuh dan pertumbuhan
badan menjadi perhatian para ahli gizi. Namun kenyataannya pertumbuhan tubuh
tidak hanya dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi tetapi juga proses sosial.
Dengan kata lain, pertumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas
makanan saja tetapi juga sejauh mana makanan tersebut dapat diasimilasi dan
dipergunakan tubuh. Baik tidaknya makanan tersebut dapat diserap tubuh tergantung
pula oleh taraf kesehatan anak. Anak yang sedang diare, tentu badan tidak akan
tumbuh menyerap makanan dengan baik. Pertumbuhan anak juga dipengaruhi oleh
perkembangan sosial, psikologis, dan oleh kualitas hubungan anak dengan
pengasuh yang bebas dari stress.
Perkembangan
anak tidak sama dengan pertumbuhannya. Keduanya memang benar saling berkaitan
dan dalam penggunaan kedua pengertian tersebut seringkali dikacaukan satu sama
lain. Bila pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran sedangkan perkembangan
adalah perubahan kompleksitas dan fungsinya.Seorang anak sudah dapat melihat
sejak lahir. Seorang anak sudah dapat berkomunikasi sejak lahir dengan
menangis, ekspresi muka dan gerak-gerakan. Oleh karena itu, sejak lahir
sebaiknya para kita para guru PAUD memberi keterampilan pada orangtua untuk mengembangkan
perkembangan anak agar lebih tanggap dan melakukan komunikasi dengan anak.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan perkembangan emosi ?
2.
Bagaimana
memahami proses perkembangan emosi ?
3.
Apasajakah
strategi pengembangan emosi AUD ?
4.
Bagaimana
pemantapan perkembangan emosi mental anak ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan Emosi
Perkembangan
emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap orang akan
mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya
sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak prasekolah lebih rinci, bernuansa atau
disebut terdiferensiasi. Berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan
tersebut. Pertama, kesadaran kognitifnya yang telah meningkat memungkinkan
pemahaman terhadap lingkungan berbeda dari tahapan semula. Imaginasi atau daya
khayalnya lebih berkembang. Hal ini yang memengaruhi perkembangan ini adalah
berkembangnya wawasan sosial anak. Umumnya mereka telah memasuki lingkungan
dimana teman sebayanya mulai berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari.
Tidak
mengherankan bahwa orang berpendapat bahwa perkembangan umumnya hidup dalam
latar belakang kehidupan keluarga, sekolah dan teman sebaya. Sementara itu
perlu diketahui bahwa setiap anak sejak usia dini menjalin kelekatan dengan
pengasuh pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan tersebut apabila
dunia lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam menjamin hubungan
dengan lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri,
menemukan kepuasan dalam hidupnya, dan sehat secara fisik dan mental.
Masing-masing
anak menunjukan ekspresi yang berbeda sesuai dengan nuansa hati dan dipengaruhi
oleh pengalaman yang diperoleh sepanjang perkembangannya. Pada awal
perkembangan anak, mereka telah menjalin hubungan timbal balik dengan
orang-orang yang mengasuhnya, Kepribadian orang yang terdekat akan memengaruhi
perkembangan, baik sosial maupun emosional.
Kerjasama
dan hubungan dengan teman berkembang sesuai dengan bagaimana pandangan anak
terhadap persahabatan.Dalam periode prasekolah anak dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri dengan orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah
dan teman sebaya. Perkembangan kelekatan anak dengan pengasuh pertama ketika
masih bayi adalah sangat penting dalam mengembangkan emosinya dalam tatanan
lingkungan baik di dalam maupun luar
keluarga.
Perkembangan
sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana
anak berada. Reaksi mereka terhadap rasa dingin, sakit, bosan atau lapar berupa
tangisan, yang sulit dibedakan. Tetapi dengan berjalannya waktu para pengasuh
dapat membedakan reaksi anak terhadap stimulinya. Pada usia sekitar 2 bulan
anak mulai mampu merespons perlakuan orang lain dengan senyuman dan mampu
meniru tingkah laku menjulurkan lidah atau menutup mata. Sekitar 6-8 bulan
anak-anak mengembangkan kelekatan yang kuat dengan pengasuhnya memenuhi
kebutuhan sehari-hari, biasanya orangtua mereka.
Pada
usia 2 tahun anak-anak mencoba memantapkan identitas mereka dan selalu ingin
menunjukan kemauan dan kemampuannya dengan pernyataan “inilah saya, saya bisa”.
Tidak jarang pada saat tersebut anak dinilai sebagai anak yang keras kepala.
Pada usia 3 tahun mereka mulai memantapkan hubungannya dengan anggota keluarga
dan orang di luar keluarga. Mereka mulai
mengembangkan siasat/strategi apa yang diinginkan dan melakukan identifikasi
mengenai peran jenis kelamin.
Tingkah
laku sosialisasi adalah suatu yang dipelajari, bukan sekadar hasil dari
kematangan. Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses
kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap tingkah laku
anak. Diharapkan melalui kegiatan di kelas, anak prasekolah dapat dikembangkan
melalui minat dan sikap terhadap orang lain. Tatanan sosial yang sehat akan
mampu mengembangkan perkembangan konsep dan positif, keterampilan sosial dan
kesiapan untuk belajar secara formal. Di antara berbagai ragam kegiatan kelas
ini, bermain merupakan kegiatan yang sangat mendukung perkembangan anak.
Kemampuan
sosialisasi anak adalah hasil belajar, bukan sekadar hasil dari kematangan
saja. Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajarndari
berbagai respons lingkungan terhadap anak. Perkembangan sosialisasi yang
optimal diperoleh dari respons yang diberikan oleh tatanan kelas pada awal anak
masuk sekolah yang berupa tatanan sosial yang sehat dan sasaran yang memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan konsep diri yang positif,
keterampilan sosial dan kesiapan untuk belajar secara formal. Sementara itu
kegiatan bermain juga mempunyai fungsi dalam mengembangkan aspek sosial anak.
2.2 Memahami Proses Pengembangan
Emosi Anak Usia Dini
Emosi
merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan emosi cenderung
terjadi dalam kaitannya dengan prilaku yang mengarah atau menyingkiri terhadap
sesuatu dan prilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian,
sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
Namun demikian kadang-kadang orang masih dapat mengontrol keadaan dirinya. Setiap
orang adalah pribadi yang unik. Masing-masing memiliki potensi dan bakat cerdas
dibidangnya sendiri yang akan teraktualisasi optimal jika distimulasi dengan
baik secara terus-menerus. Institusi, sekolah, Universitas juga harus mendukung
hal ini.
Pendidik
harus bisa mendidik dengan hati yang berempati dan peka sehingga potensi anak
didik dapat berkembang secara maksimal. Orang tua dan pendidik jangan hanya
mendidik anak pada ilmu pengetahuan, tetapi harus memiliki hati untuk
meningkatkan kemampuan sosial, emosional, spiritual, fisik dan kemandirian
seorang anak dalam menjalani hidupnya dan ketika menyelesaikan masalah yang
dihadapi anak. Jika hanya IQ yang tinggi tetapi emosi dan spiritualnya lemah,
seseorang akan sulit untuk maju mencapai yang tertinggi dibidangnya. Anak yang
unngul selain tumbuh berkembang seperti diatas juga harus didorong untuk
berotak dan berwatak baik.
Pengetahuan
profesional memang diperlukan untuk suatu pencapaian sesuai keahlian dalam
bidangnya, tetapi juga seberapa cerdas ia mengelola manusia dalam berhubungan
dengan orang lain, baik dengan atasan kolega maupun terhadap bawahannya juga
penting. Dalam berhubungan, berkomunikasi atau bekerja didalam tim, seberapa
baik etos kerjanya, empatinya, ketulusannya, dan rasa percayanya akan berdampak
pada keberhasilannya.Perkembangan emosi dan logika berasal dari sumber yang
sama. Itu sebabnya emosi dan logika selalu berkompetisi untuk meraih pengaruh
dan mengambil peranan. Tetapi sayang, otak logika sering kali kalah oleh otak
emosi.
Proses
perkembangan otak diawali dengan perkembangan otak yang bekerja untuk emosi dan
perasaan lalu dari sini dilanjutkan dengan pembentukan otak yang bekerja untuk
berpikir atau logika. Proses perkembangan otak dimulai dari bawah dan terus
berkembang kearah atas dimana pusat-pusat yang lebih tinggi berkembang sebagai penghubung
dengan bagian-bagian yang lebih rendah. Bagian otak yang pertama kali tumbuh
adalah batang otak yang tumbuh yang mengelilingi ujung atas tulang belakang.
Batang otak yang merupakan akar otak ini mengatur fungsi-fungsi kehidupan
sperti bernafas, kontraksi jantung, fungsi metabolisme organ tubuh, serta
mengendalikan reaksi dan gerakan dengan pola teratur dan otomatis diluar
kehendak manusia. Perkembangan penambahan struktur terbaru diotak ini
memungkinkan kehidupan emosional seseorang, misalnya jatuh cinta. Perasaan
jatuh cinta tumbuh dimulai dari sistem limbik yang menghasilkan perasaan
senang.
2.3 Strategi Pengembangan Emosi
Dalam
hidup ini bukan otak yang menggerakan kita, melainkan hati, atau emosi. Emosi
menunggah dan memotivasi kita untuk bertindak dan menuntut kita untuk membuat
komitmen atas apa yang telah kita lakukan. Dorongan dari dalam diri ini
penting. Perkembangan emosi yang optimal akan berdampak baik bagi anak, karena
anak akan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Kecerdasan emosi adalah
kemampuan seseorang untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi agar mampu
merespon secara positif setiap kondisi yang menimbulkan emosi. Dengan mengajari
anak terampil dalam mengelola emosinya, mereka akan mampu mengatasi
rintangan-rintangan emosi dalam kehidupannya.
Guru
perlu mengetahui aspek-aspek yang terdapat dalam kecerdasan emosi, yaitu:
empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah,
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Menurut
Goleman kecerdasan emosi memiliki 5 ciri yaitu, yaitu kemampuan mengenali emosi
diri, kemampuan mengelola dan mengekspresikan emosi, kemampuan memotivasi
diri, kemampuan mengenali emosi orang lain atau empati, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain.
Perkembangan
emosi anak juga perlu mendapat perhatian yang cukup oleh orang tua maupun guru.
Untuk meningkatkan kecerdasan emosi pada anak usia dini, orang tua
hendaknya bisa memberi rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan emosi anak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
orang tua dan guru berkaitan dengan rangsangan itu, misalnya: tidak melindungi
secara berlebihan (over protective), membiarkan anak berlatih mengatasi
kekecewaan, jangan terlalu banyak membantu anak, menunjukkan empati, menetapkan
aturan yang tegas dan konsisten, serta melatih anak mengenali emosi dan
mengelolanya dengan baik.Terdapat lima strategi pengembangan emosi pada anak ,
yaitu:
1.
Kemampuan
untuk mengenali emosi diri
Untuk membantu mengenali emosi anak, dapat
dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk memahami perasaan-perasaan yang
dialaminya. Orang tua ataupun guru dapat mengajak anak untuk mendiskusikan
mengenai berbagai emosi yang dirasakan berdasarkan pengalamannya. Misalnya
mengarahkan rasa amarah anak dengan suatu kegiatan bermain.
2.
Kemampuan
untuk mengelola dan mengekspresikan emosi secara tepat
Anak dapat dibiasakan
untuk berfikir realiatis sehingga anak dapat menanggapi suatu kejadian dengan
perilaku yang tepat. Anak diajak untuk meredakan emosi marah atau kecewa dengan
cara mengalihkan emosi itu pada kegiatan lain yang berarti, misalnya
menggambar.
3.
Kemampuan
untuk memotivasi diri
Pengembangan kemampuan untuk memotivasi diri didorong
oleh kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, orang tua dan
guru diharapkan tidak mengabaikan kemampuan anak untuk belajar banyak dan orang
tua dan guru perlu mananamkan optimisme pada anak.
4.
Kemampuan
untuk memahami perasaan orang lain
Untuk mengembangkan keterampilan anak dalam
memahami perasaan orang lain maka upaya pengembangan empati dan kepedulian
terhadap orang lain menjadi sangat penting. Anak sebaiknya mendapatkan
pengalaman langsung dalam kehidupan nyata untuk merasakan perasaan tersebut.
5.
Kemampuan
untuk membina hubungan dengan orang lain
Latihlah anak untuk bergabung dengan
anak yang lain, bermain kelompok, dan melakukan kerjasama.
2.4 Pemantapan Perkembangan Emosi
Mental Anak
Emosi
pada dasarnya merupakan dorongan dari dalam diri untuk bertindak. Seketika
untuk mengatasi, tekanan, desakan, ancaman, atau hal penting yang mendesak
untuk diselesaikan. Emosi atau perasaan hadir dalam kehidupan seseorang dalam
banyak bentuk contohnya amarah, kesedihan, ketakutan, dan kenikmatan. Cara
untuk pemantapkan perkembangan emosi adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
tujuan hidup
Perasaan
emosi bisa tenang apabila kita telah mengetahuai tujuan hidup kita. Tujuan hidup
bukan sekadar mendapatkan prestasi pribadi, kesenangan atau kebahagian kita
tetapi jauh lebih luas dari pada karier, keluarga, atau mimpi hebat kita. Jika
kita ingin tahu apa tujuan hidup kita haruslah berkaitan dengan Tuhan, sebab
Tuhan berketetapan untuk mewujudkan tujannya melalui hidup kita. Begitu pula
dengan anak. Dengan mengetahui tujuan hidupnya, anak akan merasa tenang.
Contohnya seperti ketika anak mulai putus asa, sebagai guru dan orangtua kita
harus memberi pengertian kepada anak bahwa Tuhan selalu melindunginya.
2.
Memiliki
ketetapan hati
Ketetapan
hati atau keteguhan hati merupakan unsur pokok dalam pada kedalaman emosi.
Berketetapan hati dapat mengilhami atau membantu mengaktifkan seseorang untuk
bertindak dan tumbuh maksimal. Ketetapan hati merupakan kecerdasan praktis yang
mampu menerjemahkan harapan atau teori kedalam tindakan nyata serta
mengabstraksikan gagasan-gagasan kedalam hasil-hasil praktis. Ketetapan hati
adalah sebuah keyakinan yang bisa diberikan oleh guru dan orangtua. Contohnya ketika
anak mulai ragu dalam memilih sesuatu. Kita harus memberikan kelebihan dan
kelemahan semua objek yang akan dipilih.
3.
Mengelola
emosi
Membuat
aturan mengenai kemarahan dapat membantu anak mengontrol emosinya. Hal ini
memberi gambaran yang jelas tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh mereka
lakukan saat mereka marah. Pastikan aturan ini selalu berpusat pada perilaku
hormat terhadap orang, lain yang tidak memberikan hak marah kepada orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemampuan
mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan. Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah
berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana
stabil emosionalnya, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini
termasuk pula perilaku belajar.
Emosi
yang positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang
tinggi akan memengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap
aktivitas belajar, seperti memerhatikan penjelasan guru membaca buku, aktif
dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya
apabila yang menyertai proses itu adalah emosi negatif, seperti perasaan tidak
senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami
penghambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatian untuk
belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajar.
Perkembangan
emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia,
lingkungan, pergaulan, dan pembinaan orangtua maupun guru disekolah. Perbedaan
perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya,
etnik, dan bangsa. Emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan
kecemasan rasa takut, dan faktor-faktor eksternal yang seringkali tidak dikenal
sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun, ada juga tindakan orangtua yang
seringkali tidak dapat memengaruhi perkembangan emosional anak.
Misalnya,
sangat dimanjakan atau terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai
anaknya. Akan tetapi, sikap orangtua sangat keas, suka menekan, dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi
keseimbangan emosional anak. Perlakuan saudara serumah seperti kakak atau adik,
sebagai oranglain yang seringkali bertemu dan bergaul juga memegang peranan
penting pada perkembangan emosional anak. Dalam mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi orangtua dan anak, biasanya orangtua berkonsultasi dengan para ahli,
misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya.
Dengan
berkonsultasi orangtua akan dapat melakukan pembinaan terhadap anak dengan
sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan
bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak. Stress juga dapat
disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orangtua, keadaan ekonomi
orangtua, keamanan, serta kekacauan yang seringkali timbul.
Sedangkan
dari pihak orangtua, yang menyebabkan stress pada anak biasanya adalah
kurangnya perhatian orangtua, perlakuan orangtua yang sering marah sampai
melakukan kekerasan fisik yang melukai anak. Permintaan orangtua untuk
melakukan sesuatu diluar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Untuk mengurangi ketegangan emosinya terkadang anak melakukan katarsis
emosional dengan cara sibuk bermain, tertawa, dan membicarakan masalah kepada
sahabatnya.
Daftar
Pustaka
Walgito,
Bimo. 2005. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Junaidi,
Iskandar. 2011. Mencetak Anak Unggul.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Jersild,
Arthur. T. 1995. Child Psychology,
diterjemahkan oleh Mochtar Buchori, M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar