Rabu, 01 Juni 2016

Model Pembelajaran Outbound

Model Pembelajaran Outbound
1.      Pengertian Model Pembelajaran Outbound
Pendidikan melalui kegiatan alam terbuka mulai dilakukan tahun 1821 disaat didirikannya Round Hill School. Secara sistematik pendidikan melalui kegiatan outbound dimulai tahun 1941 di Inggris. Lembaga pendidikan outbound pertama dibangun oleh seorang pendidik berkebangsaan Jerman bernama Kurt Hahn dan bekerja sama dengan pedagang Inggris. Lawrence Holt. Pendidikan berdasarkan petualangan (adventure based education) tersebut dilakukan dengan menggunakan kapal layar kecil dengan tim penyelamat untuk mendidik para pemuda di zaman perang. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan kaum muda bahwa tindakan mereka membawa konsekuensi dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kasih sayang diantara mereka.
Hahn mengembangkan ide-ide progresifnya, pertama sebagai pendiri Sekolah Salem di Jerman dan kemudian di Gordonston, sekolah yang menumpang di Skotlandia, tetapi kemudian menjadi sekolah pertama yang berbeda dan paling inovatif. Hahn percaya bahwa pendidikan seharusnya menjadi “kompas” untuk mengarahkan intelektualitas dan karakter seseorang. Dalam  pengembangannya di sekolah Outwardbound. Ia menggunakan konsep exparential learning agar pengalaman yang dialami lebih nyata dan kuat untuk menggali harga diri (self esteem), menemukan potensi-potensi dan rasa tanggung jawab.
Konsep pendidikan di alam terbuka kemudian berkembang sejak tahun 1970-an diseluruh dunia termasuk Indonesia. Banyak lembaga pendidikan yang menerapkan outbound dalam proses pengajarannya. Penggunaannya mulai memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan belajar.
Berdasarkan sejarah yang telah dikemukakan, outbound adalah sebuah cara untuk menggali diri sendiri, dalam suasana menyenangkan dan tempat penuh tantangan yang dapat menggali dan mengembangkan potensi, meninggalkan masa lalu, berada di masa sekarang dan siap menghadapi masa depan, menyelesaikan tantangan, tugas-tugas yang tidak umum,  menantang batas pengamatan seseorang membuat pemahaman terhadap diri sendiri tentang kemampuan yang dimiliki melebihi dari yang dikira. Kegiatan outbound memberikan tantangan dalam kegiatannya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan seorang anak untuk masa depannya.
Outbound adalah sebuah petualangan yang berisi tantangan, bertemu dengan sesuatu yang tidak diketahui tetapi penting untuk dipelajari, belajar tentang diri sendiri, tentang lainnya dan semua tentang potensi diri sendiri. Anak dapat belajar mengenali kemampuannya serta kelemahannya sendiri melalui kegiatan outbound.
Dari uraian yang telah dikemukakan maka, outbound adalah kegiatan diluar ruangan yang bersifat petualangan dan penuh tantangan sebagai proses pembelajaran untuk menemukan potensi-potensi anak sehingga anak dapat  mengenali dirinya sendiri.
2.      Tujuan dan Karakteristik Model Outbound

a.       Tujuan Outbound
Tujuan outbound adalah menggali dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh anak melalui berbagai permainan yang ada yang dibuat menantang melalui media alam.
Pada outbound, anak dituntut untuk belajar mandiri dalam arti luas mulai dari mengatasi rasa takut, ketergantungan pada orang lain, belajar memimpin, mau mendengarkan orang lain, mau dipimpin dan belajar percaya diri. Steven Habit mengatakan ada tujuh keterampilan untuk hidup, yakni leadership life skill, learn to how, self confident, self awareness, skill communication, management skill and team work. Dari kegiatan kreatifitas itu dilakukan melalui proses pengamatan, interprestasi, rekayasa dan eksperimen yang dilakukan berdasarkan learning by doing yang berarti anak akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk menggali kemampuan dirinya sendiri dengan mengalami sendiri/discovery learning sehingga anak mendapatkan pengalaman untuk pembelajaran dirinya sendiri.

Outbound memberikan proses belajar sederhana dimana pengajaran atau pelatihan yang diberikan didesain untuk memberikan semangat, dorongan dan kemampuan yang didasarkan pada sebuah cara pendekatan pemecahan masalah. Ini akan memotivasi anak dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai perwujudan konsep diri positif.
Outbound adalah suatu program pembelajaran di alam terbuka yang berdasarkan pada prinsip experiential learning (belajar melalui pengalaman langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media penyampaian materi. Artinya dalam program outbound tersebut anak secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan.
Outbound juga dikenal dengan sebutan media outboundactivities. Outbound merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru disekolah. Dengan konsep interaksi antar siswa dan alam melalui kegiatan simulasi di alam terbuka. Hal tersebut diyakini dapat memberikan suasana yang kondusif untuk membentuk sikap, cara berpikir serta persepsi yang kreatif dan positif dari setiap siswa guna membentuk jiwa kepemimpinan, kebersamaan/teamwork, keterbukaan, toleransi dan kepekaan yang mendalam, yang pada harapannya akan mampu memberikan semangat, inisiatif, dan pola pemberdayaan baru dalam suatu sekolah.
Melalui simulasi outdoor activities ini, anak juga akan mampu mengembangkan potensi diri, baik secara individu (personal development) maupun dalam kelompok (team development) dengan melakukan interaksi dalam bentuk komunikasi yang efektif , manajemen konflik, kompetesi, kepemimpinan, manajemen resiko, dan pengambilan keputusan serta inisiatif.
b.      Karakteristik Outbound
Kegiatan outbound merupakan kegiatan belajar sambil bermain atau sebaliknya. Menurut  Vygotsky bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi seorang anak dan berperan penting dalam perkembangan sosial dan emosi anak.

Menurut Heterington dan Parke, bermain juga berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Belajar sambil bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan , mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak serta untuk memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia dewasa kelak.
Dworetzky mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam permainan mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif dan sosial siswa. Jadi berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan moral, kreatifitas, dan perkembangan fisik anak.
David Kolb menggambarkan proses pembelajaran experential learning dalam outbound dengan siklus sebagai berikut :





Mengacu pada gambar diatas, pada dasarnya pembelajaran eksperiensial ini sederhana dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (reflect) dan kemudian terapkan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), bagi (share), “dirasa-rasa” atau analisis pengalaman tersebut (proccess), ambil hikmah atau simpulkan (generalize), dan terapkan (apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini sebenarnya never ending. Uwes menjabarkan deskripsi siklus sebagai berikut :
Langkah 1: Experience
Apa yang dimaksud dengan experience? Biarkan peserta didik kita mengalami dengan melakukan hal tertentu (perform and do it). Dalam kasus ni adalah melakukan trik service yang mengecoh lawan tersebut. Sebagai langkah awal,peserta didik diberikan serve yang mengecoh tersebut oleh kita. Biar dia merasakan / mengalami kesulitan dalam menerima serve tersebut. Kemudian, ia diminta untuk melakukan hal yang sama, memberikan serve dan teman yang lain menjadi penerima serve. Proses ini, dilakukan selama jangka waktu tertentu yang menurut anda dirasa cukup.

Langkah 2: Share (berbagi rasa/pengalaman)
Setelah semua peserta didik mencoba melakukan trik serve tersebut secara bergantian. Maka, langkah selanjutnya adalah melakukan proses sharing alias berbagi rasa. Semua peserta didik diminta untuk mengemukakan apa yang dia rasakan baik dari sisi “timing” serve, teknik melempar bola, memukul bola, posisi bola, posisi tangan, posisi berdiri dan lain-lain. Semua hal tersebut diungkapkan secara terbuka, rileks, dengan gaya masing-masing.





Langkah 3: Process (analisis pengalaman)
Tahap ini adalah tindak lanjut dari tahap kedua yaitu proses menganalisis berbagai hal terkait dengan apa, mengapa, bagaimana trik serve tersebut dilakukan termasuk bagaimana mengatasinya. Hal ini dilakukan dengan cara diskusi terbuka dan demonstrasi. Bila perlu rekan yang satu dengan yang lain saling mengoreksi dan memberikan masukan, termasuk mendemonstrasikan cara yang menurutnya lebih baik. Instruktur/guru bisa ikut  serta meluruskan cara yang lebih tepat.

Langkah 4: Generalize (menghubungkan pengalaman dengan situasi senyatanya)
Langkah selanjutnya adalah menyimpulkan hasil analisis tersebut. Kesimpulan bersama, mungkin telah dihasilkan secara teoretis dari hasil analisis diatas. Namun, belum tentu hal tersebut dapat menyatu atau terintegrasi secara utuh dalam praktek senyatanya. Oleh karena itu, untuk pembuktian generalisasi dari hasil tersebut perlu dilakukan dengan pengulangan penerapan dalam situasi yang nyata. Maka, triks tersebut dicobakan kembali, sebelum beranjak ke triks yang sama tapi levelnya lebih tinggi lagi (lihat langkah 5)

Langkah 5: Apply (penerapan terhadap situasi yang serupa atau level lebih tinggi)
Langkah terakhir, adalah sama dengan langkah 4, namun dalam hal ini level penguasaan ditingkatkan ke hal baru yang lebih tinggi. Hal baru ini, akan menjadi bahan menuju langkah experiential learning ini mulai dari tahap experience-share-process-generalize-apply dan kembali lagi ke siklus awal. Begitu seterusnya.
Sementara Oemar Hamalik mengungkapkan karakteristik tahapan model pembelajaran outbound adalah sebagai berikut :



1. Guru merumuskan dengan teliti pengalaman belajar yang direncanakan untuk memperoleh hasil yang potensial atau memiliki alternative hasil
2. Guru berusaha menyajikan pengalaman yang bersifat lebih menantang dan memotivasi
3. Siswa dapat bekerja individual tetapi lebih sering bekerja dalam kelompok kecil
4. Para siswa ditempatkan dalam situasi-situasi pemecahan masalah nyata
5. Para siswa berperan aktif dalam pembentukan pengalaman membuat keputusan sendiri dan memikul konsekuensi atas keputusan tersebut.

Outbound memiliki beberapa jenis kegiatan antara lain melalui tutorial, high impact (kegiatan yang membutuhkan sarana pada ketinggian, misal flying fox, elvis brigde dll), low impact (kegiatan yang dilakukan tanpa sarana di ketinggian), training dan berbagai jenis games/permainan yang didesain khusus untuk pencapaian tujuan yang diharapkan.33Outbound untuk anak usia dini sebatas pada jenis kegiatan high impact sederhana (ketinggian disesuai usia dan tinggi anak), low impact, dan games dimana ketiganya dapat dimodifikasi menjadi sebuah permainan yang menarik bagi anak.

3. Prosedur Kerja
Tahap persiapan:
 Guru menentukan bentuk kegiatan/materi yang akan dilaksanakan
 Guru menentukan waktu pelaksanaan (di jam pelajaran/di luar jam pembelajaran) dan tempat (tempat-tempat mana saja yang akan digunakan dalam pelaksanaan)
 Guru mempersiapkan peralatan yang akan digunakan

Tahap pelaksanaan:
 Guru membagi anak dalam kelompok
 Guru menjelaskan tentang tugas dan aturan main


Tahap pengakhiran:
 Laporan dari masing-masing kelompok
 Refleksi, mereview seluruh kegiatan dari tiap siswa

KESIMPULAN

Kesimpulan dari seluruh materi tentang model pembelajaran outbound adalah outbound merupakan salah satu model pembelajaran yang tepat untuk pendidikan anak usia dini. Outbound menggunakan alam sebagai medianya dimana experential learning sebagai metode yang digunakan. Adapun bentuk kegiatannya berupa permainan yang memberikan tantangan pada anak sehingga anak berupaya untuk terus berusaha menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Sejatinya outbound adalah kegiatan yang terfokus pada pengembangan diri seseorang tetapi pada akhirnya outbound dapat juga dilakukan untuk menyampaikan materi-materi yang terdapat pada kurikulum pembelajaran nasional
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar